KOMUNIKASI BISNIS LINTAS BUDAYA
A.
Pengertian Komunikasi Bisnis Lintas Budaya
Komunikasi
bisnis lintas budaya adalah komunikasi yang digunakan dalam dunia bisnis baik
komunikasi verbal maupun nonverbal dengan memperhatikan faktor-faktor budaya di
suatu daerah, wilayah, atau negara. Pengertian lintas budaya dalam hal ini
bukanlah semata-mata budaya asing (internasional), tetapi juga budaya yang
tumbuh dan berkembang di berbagai daerah dalam wilayah suatu negara.
Apabila
pelaku bisnis akan melakukan ekspansi bisnisnya ke daerah lain atau negara
lain, pemahaman budaya di suatu daerah atau negara tersebut menjadi sangat
penting artinya, termasuk bagaimana memahami produk-produk musiman di suatu
negara, agar tidak terjadi kesalahan fatal yang dapat mengakibatkan kegagalan
bisnis.
B.
Pentingnya Komunikasi Bisnis Lintas Budaya
Sudah
saatnya para pengambil keputusan, khususnya manajemen puncak, mengantisipasi
era perdagangan bebas dan globalisasi sejak dini. Era yang ditandai dengan semakin
meluasnya berbagai produk dan jasa termasuk teknologi komunikasi ini,
menyebabkan pertukaran informasi dari suatu negara ke negara lain semakin
leluasa, sehingga seolah dunia tidak terikat dengan sekat-sekat yang membatasi
wilayah suatu negara.
Dalam
menyikapi era perdagangan bebas dan globalisasi, perusahaan-perusahaan besar
mencoba melakukan bisnis secara global. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan
besar yang beroperasi di tanah air baik di bidang manufaktur, eksplorasi,
maupun jasa, menggunakan beberapa konsultan asing untuk membantu mengembangkan
perusahaan mereka, begitupun sebaliknya.
Dengan
melihat perkembangan atau tren yang ada saat ini, komunikasi bisnis lintas
budaya menjadi sangat penting artinya bagi terjalinnya harmonisasi bisnis di
antara mereka. Bagaimanapun diperlukan suatu pemahaman bersama antara dua orang
atau lebih dalam melakukan komunikasi lintas budaya, baik melalui tulisan
maupun tulisan. Dengan semakin terbukanya peluang perusahaan multinasional
masuk ke wilayah suatu negara dan didorong dengan semakin pesatnya perkembangan
teknologi komunikasi dan informasi, maka pada saat itulah kebutuhan akan
komunikasi bisnis lintas budaya menjadi semakin penting artinya.
C.
Memahami Budaya dan Perbedaannya
1.
Definisi Budaya
Budaya
dapat didefinisikan bermacam-macam tergantung pada sudut pandang setiap ahli.
Berikut ini adalah beberapa definisi tentang budaya.
a.
Menurut Lehman, Himstreet dan Baty. Budaya diartikan sebagai sekumpulan
pengalaman hidup yang ada dalam masyarakat mereka sendiri. Pengalaman hidup
masyarakat tentu saja sangatlah banyak dan variatif, termasuk di dalamnya
bagaimana perilaku dan keyakinan atau kepercayaan masyarakat itu sendiri.
b.
Menurut Hofstede, budaya diartikan sebagai pemrograman kolektif atas pikiran
yang membedakan anggota-anggota suatu kategori orang dari kategori lainnya.
Dalam hal ini yang menjadi kata kunci budaya adalah pemrograman kolektif yang
menggambarkan suatu proses yang mengikat setiap orang segera setelah kita lahir
di dunia ini. Sebagai contoh, di Jepang karika seorang bayi baru lahir, untuk
beberapa tahun awal si bayi tidur di kamar orang tuanya. Sedangkan di Inggris
dan Amerika, bayi yang baru lahir ditempatkan di kamar yang berbeda beberapa
minggu atau bulan kemudian.
c.
Menurut Bovee dan Thill, budaya adalah system sharing atas simbol-simbol,
kepercayaan, sikap, nilai-nilai, harapan, dan norma-norma untuk berperilaku.
Dalam hal ini, semua anggota dalam budaya memiliki asumsi-asumsi tersebut.
Beberapa budaya ada yang dibentuk dari berbagai kelompok yang berbeda-beda dan
terpisah, tetapi ada juga yang memiliki kecenderungan homohgen. Kelompok
berbeda (distinct group) yang ada dalam wilayah budaya mayoritas lebih tepat
dikatakan sebagai subbudaya (subcultures). Indonesia adalah sebuah contoh negara
yang memiliki subbudaya yang sangat beragam baik etnis maupun agama. Hal ini
berbeda dengan Jepang yang hanya memiliki beberapa subbudaya dan cenderung
bersifat homogen.
d.
Menurut Murphy dan Hildebrandt, budaya diartikan sebagai tipikal karakteristik
perilaku dalam suatu kelompok. Pengertian tersebut juga mengindikasikan bahwa
komunikasi verbal dan nonverbal dalam suatu kelompok juga merupakan tipikal
dari kelompok tersebut dan cenderung unik atau berbeda dengan yang lainnya.
e.
Menurut Mitchel, budaya merupakan seperangkat nilai-nilai inti, kepercayaan,
standar, pengetahuan, moral, hukum, dan perilaku yang disampaikan oleh
individu-individu dan masyarakat, yang menentukan bagaimana seseorang
bertindak, berperasaan, dan memandang dirinya serta orang lain. Budaya suatu
masyarakat disampaikan dari generasi ke generasi dan aspek-aspek seperti
bahasa, kepercayaan/keyakinan, adat, dan hukum, akan saling berkaitan dan
membentuk pandangan masyarakat akan otoritas, moral, dan etika. Pada akhirnya
budaya akan bermanifestasi ke dalam bagaimana seseorang menjalankan bisnis,
menegosiasikan kontrak atau menangani hubungan bisnis potensial.
2.
Komponen Budaya
Menurut
Lehman, Himstreet dan Baty, setiap elemen terbangun oleh beberapa komponen
utamanya, yaitu: nilai-nilai (baik atau buruk, diterima atau ditolak),
norma-norma (tertulis dan tidak tertulis), simbol-simbol (warna logo suatu
perusahaan), bahasa, dan pengetahuan.
Menurut
Mitchell, komponen budaya mencakup anatara lain: bahasa, kepercayaan/keyakinan,
sopan santun, adat istiadat, seni, pendidikan, humor, dan organisasi sosial.
Menurut
Cateora, budaya memiliki beberapa elemen, yaitu budaya material, lembaga
sosial, sistem kepercayaan, estetika, dan bahasa.
Budaya
material (material culture) dibedakan ke dalam dua bagian, yaitu teknologi dan
ekonomi. Teknologi mencakup teknik atau cara yang digunakan untuk mengubah atau
membentuk material menjadi suatu produk yang dapat berguna bagi masyarakat pada
umumnya. Pendududk di negara maju dan mempunyai tingkat teknologi tinggi akan
lebih mudah mengadopsi teknologi baru dibandingkan penduduk di negara dengan
tingkat teknologi rendah.
Ekonomi
dalam hal ini dimaksudkan sebagai suatu cara orang menggunakan segala
kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun
orang lain. Termasuk di dalamnya adalah segala bentuk kegiatan yang
menghasilkan barang dan jasa, distribusi, konsumsi, cara pertukaran, dan
penghasilan yang diperoleh dari kegiatan kreasi.
Organisasi
sosial (social institution) dan pendidikan adalah suatu lembaga yang berkaitan
dengan cara bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain,
mengorganisasikan kegiatan mereka untuk dapat hidup secara harmonis dengan yang
lain, dan mengajar perilaku yang dapat diterima oleh generasi berikutnya.
Kedudukan pria dan wanita dalam suatu masyarakat, keluarga, kelas sosial, dan
kelompok umur dapat ditafsirkan secara berbeda/berlainan dalam setiap budaya.
Pada masa lalu dalam masyarakat tertentu, kaum wanita cenderung memiliki posisi
yang relatif lemah daripada pria. Namun, kini tanggapan seperti itu sudah tidak
berlaku lagi. Pria dan wanita memiliki kedudukan yang seimbang dalam meniti
karier masing-masing.
Sistem
kepercayaan atau keyakinan (belief system) yang dianut oleh suatu masyarakat
akan berpengaruh terhadap sistem nilai yang ada di masyarakat tersebut.
Keyakinan yang dianut oleh suatu masyarakat juga akan mempengaruhi
kebiasaan-kebiasaan mereka, bagaimana mereka memandang hidup dan kehidupan ini,
jenis produk yang mereka konsumsi dan cara bagaimana mereka membelisuatu
produk. Bahkan jenis pakaian yang dikenakan, jenis makanan yang dikonsumsi, dan
bacaan yang dibaca setiap harinya, sebenarnya juga tidak lepas dari pengaruh
yang kuat atas keyakinan atau kepercayaan yang dianut seseorang.
Estetika
(aesthetics) berkaitan dengan seni, dongeng, hikayat, musik, drama dan
tari-tarian. Nilai-nilai estetika yang ditunjukkan masyarakat dalam berbagai
peran tentunya perlu dipahami secara benar, agar pesan yang disampaikan
mencapai sasaran secara efektif. Contoh sederhana, di kalangan masyarakat Barat
ada yang beranggapan angka 13 adalah angka yang akan membawa kesialan sehingga
angka 13 sering dilewati dan dijadikan 14A.
Bahasa
(language) adalah suatu cara yang digunakan seseorang dalam mengungkapkan
sesuatu melalui simbol-simbol tertentu kepada orang lain. Bahasa adalah suatu
komponen budaya yang paling sulit dipahami. Meskipun demikian, bahasa sangatlah
penting untuk dipelajari dan dipahami dengan benar sehingga melalui bahasa
orang dapat memperoleh empati dan simpati dari orang lain. Untuk dapat memahami
bahasa asing secara baik dan benar diperukan ketekunan, kesabaran, dan latihan
yang cukup.
3.
Tingkatan Budaya
Menurut
Murphy dan Hildebrandt, dalam dunia praktis terdapat tiga tingkatan budaya,
yaitu:
a.
Formal
Budaya
pada tingkatan formal merupakan sebuah tradisi satu kebiasaan yang dilakukan
oleh suatu masyarakat yang turun temurun dari satu generasi ke generasi
berikutnya dan hal itu bersifat formal/resmi. Dalam dunia pendidikan, tata
bahasa Indonesia adalah termasuk salah satu budaya tingkat formal yang
mempunyai suatu aturan yang bersifat formal dan terstruktur dari dulu hingga
sekarang. Contohnya, sebuah kalimat sebaiknya terdiri dari subjek, predikat, objek.
Dimensi waktu yang diukur dengan satuan tahun, bulan, minggu, hari, jam, menit,
dan detik juga termasuk bagian dari budaya tingkat formal.
b.
Informal
Pada
tingkatan ini, budaya lebih banyak diteruskan oleh suatu masyarakat dari
generasi ke generasi berikutnya melalui apa yang didengar, dilihat, dipakai
(digunakan) dan dilakukan, tanpa diketahui alasannya mengapa hal itu dilakukan.
Contoh, mengapa seseorang bersedia dipanggil dengan nama julukan bukan nama
aslinya, hal tersebut dilakukan karena dia tahu teman-temannya biasa memanggil
dengan nama julukan.
c.
Teknis
Pada
tingkatan ini, bukti-bukti dan aturan-aturanmerupakan hal yang terpenting.
Terdapat suatu penjelasan yang logis mengapa sesuatu harus dilakukan dan yang
lain tidak boleh dilakukan. Pada tingkat formal, pembelajaran dalam budaya
mencakup pembelajaran pola perilakunya, sedangkan pada tingkatan
teknis,aturan-aturan disampaikan secara logis dan tepat, seperti kapan suatu
kegiatan tertentu dapat diprediksi waktunya secara tepat, seperti kapan suatu
kegiatan peluncuran roket bisa dimulai. Pembelajaran secara teknis memiliki
ketergantungan sangat tinggi pada orang yang mampu memberikan alasan-alasan
yang logis bagi suatu tindakan tertentu.
4.
Mengenal Perbedaan Budaya
a.
Nilai-Nilai Sosial
Secara
umum orang-orang Amerika berpandangan bahwa uang akan dapat mengatasi berbagai
masalah, kekayaan yang diperoleh dari usahanya sendiri merupakan sinyal
superioritas, dan orang yang bekerja keras lebih baik daripada yang tidak bekerja
keras. Mereka juga benci terhadap kemiskinan dan menghargai kerja keras. Di
Indonesia, khususnya orang-orang yang tinggal di daerah pedesaan masih memiliki
nilai-nilai kebersamaan yang tinggi, sementara ada kecenderungan bahwa nilai
gotong royong mulai memudar di daerah perkotaan, seiring dengan semakin
tingginya sikap individualistis.
b.
Peran dan Status
Budaya
menuntun peran yang akan dimainkan seseorang, termasuk siapa berkomunikasi
dengan siapa, apa yang mereka komunikasikan, dan dengan cara bagaimana mereka
berkomunikasi. Sebagai contoh, di negara-negara yang sedang berkembang peran
wanita dalam dunia bisnis marih relatif rendah. Sementara, di negara-negara
maju seperti Amerika Serikat dan Eropa, peran wanita di dunia bisnis sudah
cukup kuat.
Begitu
pula dalam hal konsep status, yang cara pandangnya berbeda antara negara yang
satu dengan negara yang lain. Kebanyakan status para eksekutif di Amerika
Serikat dilihat dari simbol-simbol yang bernuansa materialistik. Status sebagai
seorang eksekutif ditandai dengan ruang sudut kantor yang luas, karpet mahal,
meja kerja eksekutif, dan sejumlah aksesoris yang menarik. Di Indonesia, status
seorang eksekutif dapat dilihat dari penataan ruang kerja yang terkesan luks
dan seberapa mewah jenis kendaraan yang digunakan.
c.
Pengambilan Keputusan
Di
negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, para eksekutif selalu
berupaya secepat dan seefisien mungkin dalam mengambil suatu keputusan penting.
Umumnya, para manajer puncak berkaitan dengan suatu keputusan pokok atau utama,
sedangkan hal-hal yang lebih rinci diserahkan kepada manajer yang lebih bawa.
Lain halnya di Amerika Latin dan Jepang, proses pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh manajer puncak umumnya berjalan lambat dan bertele-tele.
d.
Konsep Waktu
Sebagian
besar penduduk negara maju sudah menyadari bahwa waktu sangatlah berharga.
Untuk menghemat waktu, para eksekutif Amerika Serikat dan Jerman membuat
rencana bisnis secara efisien dengan memusatkan perhatian pada tugas tertentu
pada periode tertentu. Oleh karena waktu sangatlah terbatas, dalam
berkomunikasi mereka cenderung langsung menuju pada pokok persoalan (to the
point) dan cepat. Hal ini berbeda dengan para eksekutif dari Amerika Latin dan
Asia, yang umumnya memandang waktu relatif luwes/fleksibel. Menurut mereka,
menciptakan dasar-dasar hubungan bisnis lebih penting daripada sekedar dapat
menyelesaikan suatu pekerjaan.
e.
Konsep Jarak Komunikasi
Sebagaimana
masalah waktu, menjaga jarak komunikasi juga berbeda untuk budaya yang berbeda.
Ketika melakukan pembicaraan bisnis, para eksekutif Amerika Serikat dan Kanada
menjaga jarak sekitar 5 feet dari lawan bicara. Namun, bagi para eksekutif
Jerman atau Jepang, jarak komunikasi tersebut dirasakan kurang dekat. Sementara
itu, para eksekutif dari negara Timur Tengah mempunyai kecenderungan untuk
melakukan pembicaraan bisnis dengan jarak komunikasi yang relatif dekat
f.
Konteks Budaya
Salah
satu dari berbagai macam cara orang menyampaikan pesannya kepada orang lain
sangat ditentukan konteks budaya. Di dalam konteks budaya tinggi seperti Korea
Utara atau Taiwan, orang kurang tergantung pada komunikasi verbal, tetapi lebih
banyak tergantung pada komunikasi nonverbal. Dalam melakukan percakapan mereka
cenderung menyampaikan pesan-pesan secara tidak langsung (indirect) yang
disertai dengan ekspresi ataupun geraka-gerakan tubuh; dalam konteks budaya
rendah, seperti Amerika Serikat dan Jerman, orang sangat tergantung pada
komunikasi verbal dan bukan komunikasi nonverbal. Jadi, dalam melakukan
pembicaraan mereka cenderung langsung pada persoalan atau disampaikan secara
eksplisit tanpa basa basi.
g.
Bahasa Tubuh
Perbedaan
bahasa tubuh sering kali menjadi sumber kesalahpahaman berkomunikasi lintas
budaya. Sering kali orang perlu mewaspadai antara kata yang diucapkan dengan
gerakan-gerakan tubuhnya agar dapat diketahui apa maksud yang sebenarnya.
Contohnya, sinyal ”Tidak” orang Amerika Serikat dan Kanada dengan mengerakkan
kepala ke kiri dan ke kanan namun orang Bulgaria dengan menganggukkan kepala ke
atas dan ke bawah atau membungkukkan badan yang dilakukan di Jepang dapat
dipandang oleh orang Amerika Serikat sebagai sikap menjilat.
Bantuk
bahasa tubuh lainnya adalah kontak mata. Mata adalah salah satu bagian tubuh
yang sangat ekspresif. Orang-orang Mediterania menggunakan mata untuk berbagai
tujuan antara lain: membelalakkan mata (menyatakan kemarahan), mata berkedip
(menyatakan persengkongkolan), bulu mata bergetar (untuk memperkuat rayuan).
h.
Perilaku Sosial
Apa
yang dianggap sopan di suatu negara bisa jadi dianggap kurang sopan di negara
lain. Contohnya, di negara-negara Arab memberikan suatu hadiah kepada istri
orang lain dianggap tidak sopan, namun tidak demikian jika diberikan kepada
anak-anaknya.
i.
Perilaku Etis
Perilaku
yang etis dan tidak etis antarnegara pun bisa berbeda. Di beberapa negara,
perusahaan diharapkan membayar sejumlah uang secara resmi untuk persetujuan
kontrak pemerintah. Pembayaran tersebut dianggap sebagai hal yang rutin, namun
di negara Amerika Serikat dan Swedia hal tersebut dikategorikan sebagai bentuk
suap sehingga tidak etis dan ilegal.
j.
Perbedaan Budaya Perusahaan
Budaya
organisasi adalah cara perusahaan dalam melaksanakan sesuatu. Dengan kata lain,
budaya organisasi mempengaruhi cara orang bereaksi dengan orang lain. Ia juga dapat
melihat bagaimana pekerja melakukan tugasnya, bagaimana mereka menafsirkan dan
bereaksi satu sama lainnya, dan bagaimana mereka memandang perubahan. Saat ini,
banyak perusahaan di Amerika Serikat mencoba membuat aliansi strategis dengan
perusahaan asing dan sebagian mengalami kegagalan. Salah satu alasan
kegagalannya adalah pertentangan budaya antara satu perusahaan dengan
perusahaan lainnya.
D.
Komunikasi Dengan Orang Berbudaya Asing
1.
Belajar tentang Budaya
Ketika
merencanakan untuk melakukanbisnis dengan orang yang memiliki budaya berbeda,
seseorang akan dapat berkomunikasi secara efektif bila ia telah mempelajari
budayanya. Lagipula, ketika merencanakan untuk tinggal di negara lain, ia
tentunya juga sudah mempersiapkan bahasa yang harus dikuasainya.
Di
samping itu, ketika tinggal di negara lain alangkah baiknya orang tersebut juga
sedikit banyak mengenal budaya maupun adat istiadat yang berlaku di negara
tersebut. Bahasa asing tentunya tidak bisa dipelajari dalam waktu singkat.
Namun, memulai mengenal beberapa kata bahasa asing untuk suatu pergaulan di
lingkungan bisnis merupakan langkah baik yang senantiasa perlu dikembangkan.
Selain
belajar bahasa, anda juga harus membaca buku dan artikel tentang budaya asing
tersebut, dan selanjutnya menanyakan secara langsung kepada mitra bisnis Anda.
Usahakan agar Anda berkonsentrasi belajar pada masalah-masalah yang berkaitan
dengan sejarah budaya, agama, politik, nilai-nilai, dan adat istiadat. Berikut
ini adalah contoh komunikasi lintas budaya ketika melakukan perjalanan ke suatu
negara:
a.
di Spanyol, orang berjabat tangan paling lama antara lima sampai dengan tujuh
ayunan; melepas jabat tangan segera dapat diartikan sebagai suatu bentuk
penolakan. Di Perancis, orang berjabat tangan cukup dengan hanya sekali ayunan
atau gerakan.
b.
Jangan memberikan hadiah minuman-minuman beralkohol di negara-negara Arab.
c.
Di Pakistan atau negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, jangan heran
kalau di tengah-tengah suatu pertemuan bisnis mereka minta izin keluar untuk
menunaikan ibadah sholat karena setiap Muslim wajib sholat lima kali sehari.
d.
Anda dianggap menghina tuan rumah jika Anda menolak tawaran makanan, minuman
atau setiap bentuk kebaikan di negara-negara Arab. Namun, anda juga jangan
cepat-cepat menerima segala bentuk tawaran tersebut. Kalau mau menolak suatu
tawaran, tolaklah dengan cara-cara sopan.
e.
Tekankan usia perusahaan Anda ketika berhubungan bisnis dengan pengusaha di
Jerman, Belanda, dan Swiss.
2.
Mengembangkan Keterampilan Komunikasi Lintas Budaya
Mempelajari
apa yang dapat dilakukan oleh seseorang tentang budaya tertentu sebenarnya
merupakan suatu cara yang baik untuk menemukan bagaimana mengirim dan menerima
pesan-pesan lintas budaya secara efektif. Namun, perlu diingat dua hal penting,
yaitu pertama, jangan terlalu yakin bahwa seseorang akan dapat memahami budaya
orang lain secara utuh atau sempurna. Kedua, jangan mudah terbawa kepada pola
generalisasi terhadap perilaku seseorang dari budaya yang berbeda.
Mempelajari
keterampilan komunikasi lintas budaya pada umumnya akan membantu seseorang
beradaptasi dalam setiap budaya, khususnya jika seseorang berhubungan dengan
orang lain yang memiliki budaya berbeda.
Berikut
ini adalah beberapa petunjuk atau tips yang diperlukan seseorang ketika
berhubungan dengan orang lain yang memiliki budaya berbeda.
a.
Asumsikan berbeda hingga suatu persamaan telah terbukti. Jangan berasumsi bahwa
orang lain memiliki pandangan sama sampai benar-benar menjadi kenyataan.
b.
Berani mengambil tanggung jawab saat berkomunikasi. Jangan berasumsi bahwa ini
adalah pekerjaan orang lain untuk berkomunikasi dengan orang lain.
c.
Tidak memberi pendapat. Belajar mendengar suatu cerita yang utuh dan terimalah
perbedaan dengan tanpa memberikan pendapat atau penilaian tentang mereka.
d.
Tunjukkan suatu penghargaan. Belajar bagaimana suatu penghargaan itu
dikomunikasikan melalui suatu gerak isyarat, kontak mata, dan sejenisnya dalam
berbagai budaya yang berbeda.
e.
Empati. Sebelum menyampaikan suatu pesan, cobalah untuk membayangkan perasaan
orang lain bagaimana dan mengapa berkomunikasi.
f.
Menahan sikap ambiguitas/mendua. Belajar untuk mengendalikan kekecewaan pada
situasi yang membingungkan.
g.
Jangan melihat sesuatu yang superfisial. Jangan diganggu dengan sesuatu seperti
pakaian, penampilan, atau ketidaknyamanan lingkungan.
h.
Sabar dan tekun. Ketika seseorang berkomunikasi dengan orang lain yang memiliki
budaya berbeda, jangan mudah menyerah.
i.
Mengenal bias budaya Anda sendiri. Belajar untuk mengidentifikasi ketika asumsi
Anda berbeda dengan orang lain.
j.
Fleksibel/luwes. Siap mengubah kebiasaan atau sikap Anda ketika berkomunikasi
dengan orang yang memiliki budaya berbeda.
k.
Tekankan hal-hal yang biasa. Carilah kesamaan untuk menjalin suatu kerja sama.
l.
Mengirim pesan yang jelas. Membuat sinyal verbal dan nonverbal yang jelas dan
konsisten.
m.
Tingkatkan kepekaan budaya Anda. Belajar tentang berbagai kebiasaan dan
praktik, sehingga seseorang perlu waspada terhadap potensi munculnya salah
komunikasi.
n.
Bersifat individual. Berkomunikasi dengan setiap orang sebagai individu
bukanlah mewakili kelompok lain.
o.
Belajar secara langsung. Investigasi setiap budaya, sehingga Anda tahu kapan mengirim
suatu pesan dengan cara langsung atau tidak langsung.
p.
Memperlakukan tafsiran Anda sebagai hipotesis kerja. Saat Anda memahami budaya
asing, berhati-hatilah terhadap umpan balik yang dilakukan si penerima pesan.
3.
Negosiasi Lintas Budaya
Moran,
Stahl & Boyer Internasional, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
pelatihan lintas budaya (cross-cultural training), membedakan budaya dalam dua
kelompok yaitu budaya permukaan (surface culture) seperti makanan, liburan,
gaya hidup, dan budaya tinggi (deep culture), yang terdiri atas sikap dan
nilai-nilai yang menjadi dasar budaya tersebut.
Orang
yang berasal dari budaya yang berbeda sering kali mempunyai pendekatan
negosiasi yang juga berbeda. Tingkat toleransi untuk suatu ketidaksetujuan pun
bervariasi. Contohnya, negosiator dari Amerika Serikat cenderung relatif
impersonal dalam melakukan negosiasi. Mereka melihat tujuan mereka dalam sudut
pandang ekonomi dan biasanya mereka menganggap unsur kepercayaan penting di
antara mereka. Sebaliknya, para negosiator dari Cina dan Jepang lebih suka pada
suasana hubungan sosial. Jika ingin berhasil bernegosiasi, Anda sebaiknya
bersikap bersabar dan menguasai bagaimana hubungan personal (pribadi) di Cina.
Anda harus dapat menumbuhkan hubungan personal sebagai dasar membangun
kepercayaan dalam proses negosiasi.
Di
Perancis, hubungannya relatif kurang personal dan menyukai suasana yang formal
dan dimulai dengan unsur ketidakpercayaan kepada pihak lain.
Negosiator
dari budaya yang berbeda mungkin menggunakan teknik pemecahan masalah dan
metode pengambilan keputusan yang berbeda. Jika mempelajari budaya partner Anda
sebelum bernegosiasi, Anda akan lebih mudah dalam memahami pandangan mereka.
Lebih lanjut, menunjukkan sikap luwes, hormat, sabar dan sikap bersahabat akan membawa
pengaruh yang baik bagi proses negosiasi yang sedang berjalan, yang pada
akhirnya dapat menemukan solusi yang menguntungkan kedua belah pihak.